Ads Top




Tiwanaku adalah ibukota kerajaan pra-Hispanik paling kuat dan salah satu peradaban besar Amerika kuno. Ditinggalkan selama hampir 1.000 tahun, tiwanaku ditemukan kembali pada tahun 1549. Salah satu prekursor paling penting untuk Kekaisaran Inca, reruntuhan dari situs arkelogi pra-Columbus yang sangat penting ini terletak di Altiplano Barat Bolivia di Amerika Selatan.

Misteri

Tiwanaku (juga disebut Tiahuanaco) telah menjadi misteri selama beberapa generasi karena teknologi batunya yang khas. Ia juga memiliki teori-teori asal yang fantastis. Sekitar tahun 400 AD, Kota ini berdiri megah di atas padang rumput selatan basin Titicaca, di Lembah Tiwanaku dan dikelilingi oleh struktur arsitektur seperti istana, kuil dan piramida, juga rumah-rumah dan bangunan bangunan lain serta jalan-jalan.



Tapi, pertanyaan yang sering datang ke pikiran adalah: siapa yang membangun struktur raksasa ini, di daerah yang tinggi dan dingin, dengan sumber daya alam, di mana tanaman utama seperti kapas, jagung dan buah-buahan tidak dapat tumbuh? Siapakah penduduk asli yang memibangun Tiwanaku dan tinggal di sana selama 1.500 tahun? Dan bagaimana peradaban mereka menghilang, meninggalkan struktur misterius ini?



Berbagai Teori

Dimulai sebagai pemukiman kecil, Tiwanaku adalah kekuatan politik utama di basin Titicaca tahun 300 BC dan terus tumbuh. Penelitian awal menunjukkan bahwa kota ini awalnya dibangun di pantai Pasifik sekitar 1500 BC. Kota ini memasuki fase yang paling kuat di abad ke-8 Masehi, ketika puluhan koloni dan desa-desa didirikan di seluruh wilayah Danau Titicaca.



Ada sebuah teori yang mungkin menjelaskan bagaimana struktur raksasa ini dibangun. Idenya adalah bahwa orang-orang Tiwanaku menetap di daerah koloni yang jauhnya berkilo kilometer dari Altiplano, untuk menumbuhkan/menanam tanaman dan produk lain yang tidak tersedia/tidak dapat tumbuh di Altiplano. Dari koloni-koloni ini mereka mengawasi pekerjaan konstruksi di Altlipano. Mereka menggunakan teknik-teknik kuno untuk mengubah saluran rawa dari daerah danau menjadi tanah yang kaya dan pertanian yang produktif. Arkeolog telah menemukan ladang ladang di seluruh wilayah Tiwanaku, yang menyediakan basis pertanian menguntungkan bagi Kekaisaran Tiwanaku.



Arkeolog dan pengunjung selama bertahun-tahun bertanya-tanya bagaimana sebuah kota besar di dataran tinggi bisa mendukung kehidupan penduduknya secara mandiri. Siapa pun mereka, orang-orang Tiwanaku adalah arsitek  yang luar biasa dalam menciptakan kuil-kuil dan monumen. Terlebih lagi, meskipun mereka mungkin tampak sudah mulai membangun kota mereka ribuan tahun yang lalu, penanggalan karbon dari monumen-monumen menunjukkan bahwa bangunan bangunan ini sebenarnya berumur kurang dari 2.000 tahun. Penelitian masih berlangsung, meskipun Tiwanaku dan penduduknya tidak meninggalkan satupun catatan tertulis.



Selain piramid Akapana, bangunan lain yang cukup terkenal di tiwanaku adalah Pumapunku.Pumapunku, adalah sebuah bangunan yang kemungkinan besar dulu digunakan untuk acara keagamaan. Batu batu yang digunakan untuk membangun bangunan ini dipoting dengan sangat halus, dengan berat masing-masing bongkahan rata – rata lebih dari 100 ton. Puma punku terletak di selatan Akapana. Dan dari posisi ini, kita bisa melihat gunung “suci”, sebuah gunung yang dikaitkan dengan ritual keagamaan warga setempat, jauh di timur sana.


Tambang darimana batu ini berasal terletak di danau titicaca yang lebih rendah, sehingga batu batu raksasa ini dibawa naik sekitar 10 mil ke barat dari tihuanaco. Dengan teknologi termutakhir abad inipun, mengangkat batu seberat ini melalui jalan mendaki sejauh 10 mil, kemudian dipotong-potong dengan presisi yang tinggi, lalu digunakan untuk membangun bangunan-bangunan 4 lantai adalah sebuah kemustahilan.


Dalam perakitan dinding Pumapunku, masing-masing batu dipotong halus kemudian disusun dengan satu dengan lainnya dengan mencocokkan sudutnya, sama seperti permainan puzzle, membentuk sendi/sambungan beban tanpa menggunakan mortar atau perekat. Salah satu teknik rekayasa umum melibatkan pemotongan bagian atas batu bagian bawah pada sudut tertentu, dan menempatkan batu yang lain di atasnya yang dipotong pada sudut yang sama. Presisi dengan penggunaan sudut-sudut untuk menciptakan flush joints mengindikasikan pengetahuan pemotongan batu yang sangat canggih dan pemahaman menyeluruh dari geometri deskriptif. Banyak sendi/sambungan yang begitu tepat sehingga pisau cukur pun tidak akan bisa masuk diantara batu-batu itu. Teknologi pemotongan batu secara presisi tiwanaku jauh lebih maju daripada teknologi yang dimiliki bangsa inca (terlihat di Sacsayhuaman) ratusan tahun setelahnya.


Tiwanaku diperkirakan ditinggalkan penduduknya sekitar tahun 1000 AD karena musim kering yang sangat panjang waktu itu. Awal musim kering, penguasa tiwanaku diperkirakan mencoba melakukan ritual ritual pengorbanan manusia sebagai permohonan kepada dewa matahari untuk menghentikan musim kering. Ini dibuktikan dengan ditemukannya kerangka kerangka manusia yang mati dengan cara yang khas sebuah ritual pengorbanan. Namun karena musim kering tak kunjung berakhir, akhirnya tiwanaku ditinggalkan oleh semua penduduknya.



No comments:

Powered by Blogger.