Bumi Super, 3 Kali Lebih Besar dari Bumi dan Memiliki Atmosfer yang Sangat Besar
Sebuah temuan datang dari dunia astronomi. Tim astronom internasional menemukan sebuah planet berukuran jumbo di sekitar Matahari. Ia pun menjadi target utama dalam pencarian tanda-tanda kehidupan.
Planet yang mengorbit pada bintang Barnard tersebut hanya berjarak enam tahun cahaya dari Bumi. Dengan massa planet 3,2 kali lebih besar dari Bumi, ia pun masuk ke dalam kategori Bumi Super.
Laporan mengenai planet Bumi super ini telah dipublikasikan dalam jurnal Nature, pada Kamis (15/11/2018) oleh Guillem Anglada Escudé dan rekannya.
Escudé, astronom Queen Mary University, London, mengatakan bahwa planet baru tersebut kemungkinan merupakan planet yang paling berbatu dengan atmosfer yang sangat besar. Planet tersebut juga kemungkinan kaya akan volatil, seperti air, hidrogen, dan karbon dioksida yang beku di permukaan.
Bintang yang menjadi sumber orbit planet tersebut disebut sebagai Bintang Barnard, seperti dilansir dari Kompas.com pada Rabu (21/11/2018).
Bintang tersebut merupakan katai merah yang sudah ada di ruang angkasa sebelum tata surya kita lahir. Dengan jarak 6 tahun cahaya dari Bumi, Bintang Barnard menjadi bintang soliter yang paling dekat dengan Matahari.
Bintang katai merah jauh lebih kecil dan lebih dingin dari Matahari, dan bintang Barnard merupakan salah satu katai merah yang paling tenang.
Kondisi Bintang Barnard yang relatif lebih ringan dan jarak yang dekat dengan Bumi ini bisa membuat para astronom lebih mudah menemukan exoplanet. Salah satunya adalah planet Bumi Super atau planet Bintang Barnard B.
Huruf B pada akhir nama Planet Bintang Barnard B menunjukkan bahwa planet tersebut adalah planet yang ditemukan awal dalam sistemnya. Kemudian, bila ditemukan planet lain dalam sistem tersebut, kemungkinan akan disebut dengan Bintang Barnard C.
BBC, dalam laporannya mengatakan bahwa planet tersebut mengorbit di luar batas yang disebut dengan garis salju, yang melewati zona layak untuk dihuni, yaitu di mana air bisa tetap berbentuk cair di permukaan.
Pada jarak tertentu, diperkirakan suhu di sana dapat mencapai sekitar -150 derajat Celcius di permukaan. Namun, atmosfer yang besar dapat berpotensi menghangatkan planet tersebut, dengan membuat kondisi lebih ramah terhadap kehidupan.
Para ahli menggunakan metode kecepatan radial untuk mendeteksi planet tersebut. Teknik itu bisa mendeteksi nutasi—pergerakan sumbu rotasi—dalam gerakan bintang yang disebabkan oleh tarikan gravitasi planet yang mengorbit.
Nutasi tersebut juga memengaruhi cahaya yang datang dari bintang. Ketika bergerak menuju Bumi, cahaya akan terlihat bergeser ke arah spektrum biru. Saat bergerak menjauh, cahaya akan terlihat bergeser ke arah spektrum merah.
"Planet ini sangat rumit karena periode orbital—waktu untuk menyelesaikan satu orbit penuh—adalah 233 hari. Dalam satu tahun, Anda hanya melihat satu bagian dari siklus dan Anda harus mengamatinya selama bertahun-tahun untuk memastikan peristiwa itu berulang," ucap Escudé.
Escudé dan tim masih harus memeriksa ulang data yang diarsipkan dan diperoleh dari dua survei astronomi selama periode kurang lebih 20 tahun.
Mereka juga menambahkan pengamatan terbaru dengan spektrometer Carmenes di Almeria, Spanyol, instrumen Eso/Harps di Chili dan instrumen Harps-N di kepulauan Canary.
Hal tersebut adalah kali pertama teknik kecepatan radial digunakan untuk mendeteksi planet kecil yang terletak jauh dari bintang induknya.
"Kami tidak bisa mendapatkan kesimpulan ini hanya dari satu eksperimen, jadi kami harus menggabungkan beberapa data dengan sangat hati-hati," ucap seorang astronom dari Queen Mary University of London.
Saat teleskop generasi terbaru muncul dalam masa depan, para ahli berharap bisa mengungkapkan karakter planet yang mencakup pencairan gas, seperti oksigen dan metana di atmosfernya, yang kemungkinan dapat menjadi penanda dari adanya kehidupan.
"Saat ini AS sedang mengembangkan WFirst, teleskop kecil yang digunakan untuk dunia kosmologi. Teleskop tersebut diyakini bisa memberikan gambaran planet dengan lebih mudah dan bisa melakukan spektroskopi atau melihat panjang gelombang yang berbeda di optik, dalam spektrum inframerah. Untuk melihat apakah cahaya diserap dengan warna yang berbeda, yang berarti ada hal-hal yang berbeda di atmosfer."
No comments: