Ads Top

Dari kapal kereta kuda, kapal laut, pesawat, hingga menciptakan roket. Begitulah spesies kita, manusia, telah begitu maju untuk mengembangkan teknologi dan sains. Teknologi bersama sains, menghasilkan bahan bakar yang awalnya pakai tenaga alami seperti ditarik hewan, hingga akhirnya berkembang menuju sumber energi yang lebih terbarukan dan lebih bersih.

Kini, kita akan menghadapi momen yang tidak bisa terhindarkan: kehancuran kita sendiri. Semua karena aktivitas manusia sendiri yang menyebabkan perubahan iklim dan membuat keteraturan di Bumi. Sehingga, solusi lain untuk menyelamatkan kita di masa depan adalah melarikan diri dari Bumi.

Sebuah makalah pracetak di arXiv pada Maret 2022 berpendapat, manusia mungkin bisa saja menjadi spesies antarplanet yang nyata dalam waktu 200 tahun. Pemahaman para peneliti tentang kemampuan manusia berasal dari teori peradaban yang berhasil melewati rintangannya.

Pemahaman tentang teori peradaban ini bermula pada 1964 oleh astronom Uni Soviet Nikolai Kardashev. Dia mengusulkan skema pengukuran yang kemudian dimodifikasi oleh astronom AS Carl Sagan untuk memperkirakan kemampuan teknologi spesies cerdas.

Semuanya berujung pada energi dan seberapa banyak sumber energi itu yang dapat dimanfaatkan spesies untuk tujuannya sendiri.

Peradaban itu dibuat per tipenya. Tipe I, dapat menggunakan semua energi yang tersedia di planet asal spesies, termasuk sumber energi di dalam tanah seperti bahan bakar fosil dan bahan yang dapat digunakan untuk fisi nuklir. Selain itu juga harus mengandalkan energi yang jatuh ke planet dari bintang induknya.

Kemudian peradaban tipe II mengonsumsi 10 kali jumlah energi dan mampu mengeksploitasi hasil energi dari sebuah bintang tunggal. Hingga pada akhirnya peradaban bisa masuk ke tipe III ketika dapat melangkah lebih jauh, dan menggunakan sebagian besar energi di seluruh galaksi.

Menurut para peneliti, jika disandingkan di mana posisi manusia, kita berada jauh di bawah ambang Tipe I. Meski demikian, konsumsi energi kita tumbuh setiap tahunnya, dan semakin banyak orang yang menggunakan lebih banyak daya per kapita.

Kekuatan yang dimanfaatkan manusia justru ada harganya, yakni ancaman terhadap biosfer dan pelepasan karbon, dan polutan. Selain itu serta risiko yang ditimbulkan oleh kemampuan untuk menggunakan sarana yang kuat untuk pengiriman energi untuk tujuan yang merusak, seperti bom nuklir.

"Bumi adalah titik kecil yang dikelilingi kegelapan," kata Jonathan Jiang, penulis utama studi dari Jet Propulsion Laboratory NASA di Live Science. "Pemahaman kita saat ini tentang fisika memberi tahu kita bahwa kita terjebak di batu kecil (rintangan) ini dengan sumber daya terbatas."

Masalahnya, sebelum meninggalkan planet Bumi selamanya, manusia harus melewati rintangan kemajuan peradabannya. Kita harus secara drastis meningkatkan penggunaan energi nuklir dan terbarukan, dan sekaligus melindungi sumber energi itu agar tidak digunakan untuk tujuan jahat yang justru malah menghancurkan manusia. 

Peningkatan konsumsi energi ini berbahaya, sehingga dapat menjelaskan mengapa sampai saat ini para ilmuwan belum bisa menemukan peradaban alien yang maju. Andaikan Bumi tidak terlalu istimewa, dan perkembangan kehidupan serta kecerdasannya tidak terlalu unik, semestinya galaksi dipenuhi dengan makhluk-makhluk cerdas.

Bisa jadi, di suatu atau beberapa tempat sebenarnya ada peradaban yang telah mencapai Tipe III dan mulai menjelajahi galaksi dengan sungguh-sungguh. Artinya, jika manusia jadi spesies cerdas, seharusnya ada seseorang (atau sesuatu) di luar sana yang mau menemui kita.

Sejauh ini kita hanya mengetahui bahwa kita sendirian di planet alam semesta ini. Tampaknya, kehidupan, khususnya yang cerdas, tampaknya sangat langka. Jadi, mungkin beberapa rangkaian proses telah menghilangkan panggung kehidupan sebelum mereka masuk ke tingkat peradaban tinggi. Rangkaian ini disebut 'penyaring hebat' atau great filter.

Jiang mengatakan, walau memang kita sudah mengembangkan pemahaman energi, mampu menghancurkan spesies sendiri, tapi kita belum memecahkan teka-teki jalan untuk masuk tipe pertama peradaban. "Kita adalah filter hebat kita sendiri," ujarnya.

Dia melanjutkan, trik agar kita bisa membantu mencapai kemajuan peradaban manusia adalah meningkatkan dan memfokuskan energi pada pendukung kehidupan, termasuk satu planet. Bahkan, Jiang menambahkan, bila perlu satu tata surya.

Pendapat ini ia temukan bersama timnya dengan memetakan konsekuensi yang jelas untuk penggunaan bahan bakar fosil yang berkelanjutannya. Semua itu mereka turuti dari apa saja yang Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim katakan, dan seandainya negara-negara patuh.

Singkatnya, kita sebenarnya sedang menuju tahap peradaban maju untuk menjelajahi planet-planet. Kecuali, kita melakukan terlalu banyak kerusakan di biosfer Bumi dan menjadi penyaring kemajuan menuju peradaban Tipe I.

Studi ini juga mengasumsikan pertumbuhan tahunan 2,5 persen dalam penggunaan energi terbarukan dan nuklir. Mereka menemukan bahwa 20 hingga 30 tahun ke depan, bentuk-bentuk penggunaan energi itu akan perlahan menggantikan bahan bakar fosil.

Sumber energi nuklir dan terbarukan punya potensi untuk terus tumbuh dalam output tanpa membebani biosfer. Jika kita melanjutkan pada tingkat konsumsi kita saat ini, kita akan mencapai status Tipe I di tahun 2371, menurut para peneliti.

Namun ada beberapa hal yang luput dalam penelitian ini, Jiang mengakui. Misal, ada beberapa hal yang tidak pasti dalam 100 tahun, dan bagaimana cara kita mengatasi limbah nuklir, serta peningkatan kemampuan untuk memanfaatkan energi tidak akan menyebabkan bencana.

Dia yakin, andai kita mempertahankan laju ini, kita dapat mengatur panggung peradaban kita jadi berpotensi untuk melindungi spesies kita demi generasi yang akan datang. Makalah itu berjudul Avoiding the Great Filter: Predicting the Timeline for Humanity to Reach Kardashev Type I Civilization.



 

No comments:

Powered by Blogger.